Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Bank Syariah dalam Meningkatkan Jumlah Nasabah di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh : Ibnu Khairul Rachadika

Lembaga keuangan sudah dimulai pada zaman Rasulullah SAW. serta fungsi kegiatannya. Seperti sebagai penitipan dan pengiriman uang dan lainnya. Akan tetapi lembaga keuangan tersebut belum berdiri. Maka dari itu, sebenarnya islam telah lama mengenal perbankan sehingga bisa menjadi pedoman hingga sekarang ini. Seiring berjalannya waktu, bangsa barat juga sempat menguasai ilmu yang telah dikuasai oleh islam sehingga mereka semena-mena dalam mengambil keuntungan dalam transaksi.

Perbankan syariah muncul pertama kali tanpa menggunakan kata “Syariah” di Mesir dengan nama “Bank Tabungan Mit Ghamr”. Dipimpin oleh seorang pakar ekonomi di Mesir yang bernama “Ahmad El Najjar” yang memutuskan untuk membentuk sebuah bank tabungan dengan produk kegiatan simpanan yang berbasis sistem bagi hasil atau pembagian laba. Bank tersebut terletak di salah satu kota  di Mesir (kota Mit Ghamr) pada tahun 1963. Lembaga keuangan yang didirikan Ahmad El Najjar ini berdiri sampai tahun 1967 lalu pada saat itu berdirilah sembilan bank yang memiliki konsep yang sama di Mesir. Bank-bank ini yang menerapkan prinsip syariah yang tidak menerima bunga dan membentuk partenrship agar mudah untuk berinvetasi pada usaha dagang dan industri dan menerapkan sistem bagi hasil.

Pelapor bank syariah di Indonesia pertama adalah Bank Muamalat yang berdiri sejak tahun 1991 sampai sekarang. Bank ini diupayakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintahan dan didukung oleh Ikatan Candekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim. Bank Mualamat ini sempat terkena imbas akibat krisis moneter pada tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Dan saat itu Islamic Development Bank (IDB) memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2000 Bank Muamalat bangkin dan menghasilkan laba. Saat ini bank syariah telah diatur dalam dalam UU No.10 tahun 1998 tenta ng perubahan UU No.7 tahun 192 tentang Perbankan.

Dalam UU No.21 tahun  2008, Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti, prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah) dan tidak mengandung gharar, masyir, riba, zalim, dan objek yang diharam. Di dalam UU tentang Perbankan Syariah, bank syariah juga diamanahkan untuk menjalankan kegiatan fungsi-fungsi sosial seperti fungsi lembaga baitul mal diantaranya menerima dana dari zakat dan infak atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya ke pengelola wakaf sesuai dengan ketentuan pemberi wakaf.

Selain itu, dalam pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004 juga mengatur kegiatan-kegiatan bank syariah yang meliputi 8 fungsi,sebagai berikut ini ; (1) Penghimpun dana ; (2) Penyaluran dana secara langsung atau tidak langsung ; (3) Penyedia jasa pelayanan perbankan ; (4) Berkaitan dengan surat berharaga ; (5) Berkaitan pasar moda ; (6) Invetasi ; (7) Dana Pensiun ; (8) Sosial. Maka perbankan syariah wajib mengukuti aturan kegiatan-kegiatan diatas agar mendukung berjalannya bank syariah  dengan ketentuan yang ada.

Sedangkan prinsip syariah juga sudah dijelaskan dalam UU pasal 1 ayat 13 telah menyebutkan bahwa : Prinip Syariah adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha, kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain produk pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), produk pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang yang memperoleh keuntungan (murabahah), dan pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Penjelasan dari pengertian tersebut bahwa bank syariah wajib menerapkan prinsip-prinsip sesuai syariah yang diatur dalam hukum islam dalam menjalankan kegiatannya dengan menerapkan prinip mudharabah, muyarakah,murabahah, ijarah dan ijarah wa iqtina.

Dalam UU No.21 pasal 2 tahun 2008 tentang perbankan syariah juga terdapat aturan perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usaha yang berdasakan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatiah.

1. Prinsip syariah

Pertama, tidak Mengandung Riba. Riba yaitu penambahan keuntungan secara tidak sah diantaranya seperti transaki dalam pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan, dan jika dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah tidak boleh mengembalikan dengan melebihan pokok pinjaman diawal asalkan ada perjanjian diawal itupun jika diantara dua bela pihak (pihak bank dan nasabah) sama-sama ridho.

Kedua, tidak mengandung Maysir. Maysir yaitu kegiatan yang bersifat untung-untungan dan dari suatu keadaan yang tidak pasti dalam bertransaksi. Ketiga, tidak Mengandung Gharar. Gharar yaitu transaksi yang objeknya tidak diketahui keberadaannya atau tidak jelas atau tidak dimiliki ataupun sebenarnya tidak dapat diserahkan pada saat transaksi, kecuali menggunakan akad syariah.

Keempat, Tidak mengandung keharaman, haram jelas tidak boleh dilakukan dalam islam apapun itu objeknya. Dan terakhir, tidak Mengandung Kezaliman, transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya yang disebut zalim.

2. Menerapkan sistem Demokrasi ekonomi suatu kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai-nilai keadilan, nilai kebersamaan, nilai pemerataan, dan nilai kemanfaatan sehingga terciptanya masyarakat sejahtera.

3. Menerapkan Prinsip kehati-hatian, suatu pedoman untuk pengelolaan bank yang wajib diikuti guna terciptanya perbankan yang sehat, kuat, dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undang yang telah ditetapkan, inilah yang disebut prinip kehati-hatian.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan, pada januari 2020 lalu, ada sekitar 32.453.357 orang yang menjadi nasabah bank syariah. Memang capaian tersebut masih jauh apabila dibandingkan dengan nasabah bank konvensional. Di Indonesia sendiri ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam perkembangan jumlah nasabah.

Pertama, kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat. Kedua, jumlah dan kualitas Sumber Dana Manusia yang belum memadai dan teknologi informai yang kurang mendukung dalam pengembangan produk dan layanan. Ketiga, pelayanan yang tidak sesuai ekspektasi. Keempat, produk yang tidak variatif. Dan terakhir, fitur bank syariah belum selengkap produk pada bank konvensional. Sehingga masyarakat kurang berminat untuk menjadi nasabah bank syariah. Akan tetapi melihat perkembangan jumlah nasabah yang terhitung pada bulam januari 2020 itu sudah mulai ada perekembangan. Saya yakin perbankan syariah di Indonesia akan terus maju dan berkembang.

Selaku mahasiswa perbankan syariah dan satu di antara nasabah bank syariah, saya sangat berharap bank syariah bisa terus tumbuh dan berkembang. Agar bank syariah semakin tumbuh dan berkembang ditengah pandemi Covid-19 ini, ada beberapa masukan dan strategi yang ingin saya berikan kepada bank syariah, sebagai berikut :1. Selalu menerapakan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatannya

Upaya menjaga nasabah agar menjadi yang setia pada bank syariah, bank syariah harus selalu menerapkan selalu prinsip syariah dalam menjalan kan kegiatan perbankan. Yang pasti prinsip-prinsip tersebut bebas dari empat hal, yaitu riba (bunga), gharar (penipuan), maysir (perjudian), zalim dan objek haram lainnya. Jika salah satu prinsip tersebut tidak dijalankan dalam kegitannya, maka kepercayaan masyarakat akan berkurang. Karena keempat prinsip tersebuat sudah menjadi ciri khas dalam perbankan syariah.

2. Meningkatkan pelayanan kepada nasabah

Melihat pelayanan terhadap nasabah, bank syariah masih perlu belajar dari bagaimana bank konvensional memberikan pelayanan kepada nasabahnya karena tidak dapat dipungkiri bank konvensioanal saat ini memang terbaik dalam segi pelayanannya, sangat patut dicontoh dalam meningkatkan kualitas pelayanan perbankan syariah. Selain belajar dari bank konvensional mengenai segi pelayanan, bank syariah juga dapat menerapkan prinsip akhalak susuai syariah guna meningkatkan suatu pelayanan kepada nasabah sehingga perbankan syariah tidak kehilangan ciri khasnya.

3. Sosialisasi dan mengoptimalkan pemasaran kepada masyarakat

Kondisi di tengah pandemi Covid-19 ini, sosialisasi mealalui sosial media juga sangat penting untuk mengembangkan jumlah nasabah bank syariah. Sosialisasi dan edukasi tidak lah harus terjun langsung kelapangan. Di zaman milenial saat ini, sosial media juga sangat perpengaruh seperti, instagram,  facebook, twitter,  youtube dan lain-lian. Nah, di sosial media ini lah kita bisa mensosialisasikan dan mengedukasi bagaimana perbankan syariah itu melalui konten-konten positif, menarik dan bermanfaat. Selain untuk meningkatkan jumlah nasabah, pemasaran yang saya maksud ialah untuk mengedukasi masyarakat tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah dan lebih tepatnya perbankan syariah, sehingga dengan sendirinya masyarakat tergerak untuk menjadi nasabah bank syariah.

4. Memberikan reward bagi nasabah

Memberikan reward yang saya maksud disini sebagai apresiasi terhadap kepercayaan nasabah. Misalnya memberikan hadiah seperti kereta atau mobil atau umrah gratis bagi masyarakat yang telah menjadi nasabah selama 20 tahun atau lebih. Tetapi bank syariah harus propesional dan realitis, jangan sampai hanya berani janji saja.

5. Menjalankan Fungsi Sosial

Menjalankan fungsi sosial juga menjadi sesuatu yang berbeda pada bank syariah karena tidak semua bank konvensional tidak menjalankan fungsi sosial ini. Berdasarkam UU  pasal 4 ayat (2) tentang Perbankan Syariah, bank syariah dapat menjalankan fungsi sosial yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Dan berdasarkan ayat berikutnya yaitu ayat (3) pasal 4 UU Perbankan Syariah, bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf sesuai dengan kehendak pemberi wakaf. Melihat kedua fungsi ini jika diterapkan serius oleh bank syariah maka akan menjadi nilai tambah bagi nasabah terhadap bank syariah.

Strategi bank syariah dalam meningkatkan jumlah nasabah ditengah pandemi covid-19 sangat perlu dilakukan dan diterapkan oleh bank syariah. Masyarakat dan Mahasiswa juga harus turut andil dalam membantu perbankan syariah agar bank syariah semakin dikenal, tumbuh dan berkembang, terutama dari segi jumlah nasabahnya. Jika ekonomi syariah khususnya perbankan syariah sudah dipercaya masyarakat, maka terciptalah ekomoni yang adil dan bermanfaat di negara kita.

*Penulis merupakan mahasiswa program studi Perbankan Syariah yang sedang melaksanakan KKN DR UIN-SU, Kelompok 88
Tri Ayu @triayunst
Tri Ayu @triayunst Hello, I am writer of the Pojokata site. My name is Tri Ayu (Instagram @triayunst). I am a writer who has produced 6 books such as scholarship books, poetry, and novels. I am also an SEO Writer who has experience in displaying dozens of articles on the main page of the Google search engine. I love photography, videography, product reviews, beauty & lifestyle, cooking, finance, technology, etc. I am also an Content Creator and Blogger with experience in creating content. You can collaborate with me by contacting my Instagram or email triayunst.id@gmail.com. Come on, build partnership and let's be friends with me!

Posting Komentar untuk "Strategi Bank Syariah dalam Meningkatkan Jumlah Nasabah di Tengah Pandemi Covid-19"